Sedangkan Nara Sumber kedua, Anggota Komisi XI DPR RI Bidang Keuangan dan Perbankan, Putri Komarudin, B.Com mengatakan dalam menghadapi kondisi extraordinary seperti saat ini dan unprecedented, pandemi Covid-19 telah mengubah pola interaksi dan kebiasaan masyarakat secara drastis. Hal ini pula yang kemudian mendorong masyarakat beralih menggunakan layanan transaksi berbasis digital/elektronik di berbagai aspek maupun dimensi.
“Digitalisasi bukanlah sebuah pilihan pada saat ini, namun merupakan suatu keharusan. Dan digitalisasi juga selain memberikan peluang, tentu juga memicu timbulnya berbagai resiko serta ancaman”, ujar Putri.
Hal ini tentu menjadi tantangan bagi semua otoritas terkait, pemerintah dalam hal ini sebagai regulator dan DPR RI sebagai mitra kerja untuk memanfaatkan penyeimbang peluang digitalisasi tetapi dengan mitigasi resiko yang baik. Menanggapi tantangan diatas, Putri Komarudin menyampaikan bahwa perlu adanya penguatan serta penyempurnaan regulasi produk dan jasa keuangan berbasis digital.
“Salah satu evaluasi dari saya adalah, agar regulator (pemerintah, red) segera menyempurnakan regulasi dan juga sistem pinjaman secara daring/fintech sebagai infrastruktur yang dapat menjamin transaksi keuangan digital yang aman. Dimana selama ini ketentuan yang ada masih bersifat administratif, yaitu masih dalam bentuk POJK terkait layanan pinjam meminjam uang dalam bentuk IT,” terang Putri.
Maka dari itu, dirinya akan mendorong di parlemen untuk segera membangun fondasi payung hukum yang diperlukan, seperti melalui RUU Teknologi Keuangan/Fintech maupun RUU Perlindungan data pribadi yang keduanya tahun ini telah masuk kedalam prolegnas dan sudah didistribusikan di AKD DPR RI untuk segera dikaji.
“Selanjutnya, Industri jasa keuangan juga perlu memperkuat dan meningkatkan sistem keamanan untuk bertransaksi, untuk mencegah timbulnya fraud. Dan kedepan, upaya pengawasan ini pun saya yakinkan untuk diperluas, perlu adanya upaya inklusi dan literasi keuangan masyarakat yang lebih masif melalui edukasi dan sosialisasi terkait jasa keuangan digital yang mendapat izin OJK,” cetusnya seraya mengakhiri paparannya
Narasumber yang lain adalah Kasubdit BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), Sigit Kurniawan, S.St, M.Ap, ECSA, CRGP, ISMS-LA. Dalam paparannya, ia menerangkan bahwa pada masa pandemi ini masyarakat mengalami lompatan penggunaan teknologi informasi yang luar biasa.
“Kita dipaksa membiasakan diri dengan kehidupan yang serba online seperti pekerjaan via zoom meeting, sekolah daring, belanja online dan lainnya. Ini menurut kami, merupakan hal yang positif. Dimana adanya efektivitas dan efisiensi dalam hal waktu. Saat ini dengan adanya pembiasaan meeting menggunakan online, kita punya waktu lebih untuk digunakan hal yang lain,” ujar Sigit.
Penggunaan internet sejak awal masa pandemi, berdasarkan data dari Kemenkominfo mengalami peningkatan sebesar 40%, dan terjadi shifting penggunaan internet perkantoran ke perumahan. Kemudian, terkait transaksi uang elektronik pada Juni 2020 meningkat sebesar 25,94% year of year. Selanjutnya berdasarkan data dari Kemenko Perekonomian, sebanyak 300 ribu UMKM beralih concern ke platform digital pada periode Mei-Juni 2020. Dan peningkatan bisnis e-grocery sebesar 400% di masa PSBB.
“Ini angka yang cukup signifikan, dan merupakan hal yang luar biasa ketika kita dipaksa untuk membiasakan diri secara online. Hal-hal positif tadi, tentu ada juga hal yang harus diperhatikan, yakni dalam hal keamanan informasi”, pungkas Sigit.
Berdasarkan data World Hacker Forum, resiko cyber attack dan pencurian data semakin tinggi seiring dengan meningkatnya transaksi digital selama masa pandemi. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya perlindungan data dengan sangat ketat sebagai bagian dari mitigasi oleh para pelaku usaha, badan maupun perseorangan.